Welcome To My Blog !

Jumat, 21 Desember 2012

Adukan semua masalah kita hanya Pada-Nya.

Mengapa Manusia tidak belajar banyak dari pengalaman pahit orang lain? Bahwa ketika ia mengeluh kepada sesamanya, kehinaan yang kemudian ia dapat kelak. Siapa manusia yang tidak punya sahabat? Siapa manusia yang tidak punya kawan? Hampir rata-rata punya. Kesedihan dan kesepianlah yang ada bila seseorang hidup sendirian tanpa ada yang menemani.



Tapi bila sahabat yang kita jadikan sahabat, kawan yang kita jadikan kawan, kemudian kelak ada perselisihan sedikit saja dengan kita, maka rahasia barat dan timur segera terbuka. Itu hanya akan terjadi bila kita sering mengadukan masalah kita kepada dia, dan sering mengeluhkesahkan kesusahan kepadanya. Sebab hal ini ternyata menjadi bumerang buat diri kita sendiri.



Memang salah satu sifat manusia adalah tidak bisa menahan untuk berkeluh kesah. Kerjaanya banyak mengeluh. Tidak laki-laki, tidak perempuan. Dua-duanya senang mengadukan kesulitan hidupnya pada orang lain. Andai kita tahu bahayanya, tentu kita akan sedikit mengerem sifat kita ini. Apalagi mestinya kita tahu, bahwa seberapapun hebatnya kita mengeluh, yang menakdirkan bisa menolong  hanyalah Allah SWT. Bukan sahabat kita, bukan kawan kita dan bukan Saudara kita.



Dalam hal ini Rasulullah SAW pernah memberi tahu, bahwa seharusnya kita ridha akan apa yang menimpa kita, akan apa yang terjadi pada kehidupan kita. Supaya Mutiara kesulitan kita bias didapatkan seiring dengan kesabaran kita menerimanya sebagai sebuah ketetapan Allah SWT.



Tapi yang terjadi, kita kehilangan sesuatu, lalu kita mengeluhkannya. Maka kita menjadi rugi dua kali.

Pertama : Rugi sebab kehilangan barang yang boleh jadi kita cintai. Dan,

Kedua : Rugi sebab kita tidak dapatkan penggantinya sebab kita tidak ridho (dilihat dari mengeluhnya).

Oleh karenanya, kata Rasulullah SAW, musibah itu satu kesusahan, tapi bila mengeluh menjadikan dua kesusahan.



Di lain kesempatan Rasulullah SAW menegaskan, “Barangsiapa yang bangun di pagi hari lantas mengadukan kesulitan hidupnya kepada orang lain, maka seolah-olah dia mengadukan Tuhannya (Tidak rela akan takdir-Nya). Dan barangsiapa bangun di pagi hari dalam keadaan sedih karena urusan duniawi, maka di pagi itu dia telah membenci Allah SWT”.



“Sesungguhnya manusia itu diciptakan berkeluh kesah. Jika diberi keburukan dia mengeluh, tapi bila diberi kebaikan dia menjadi kikir. Kecuali mereka yang shalat dan menjaga shalatnya”. (Al Ma’aarij, 70:19-23)



Pada suatu hari Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabatnya, “Perlukah aku mengajarkan kepada kamu semua, wahai sahabatku, doanya Nabi Musa AS ketika melewati lautan bersama Bani Israil?” Jawab sahabat, “Perlu ya Rasul”. “Kalau begitu bacalah ini,” kata Rasul : “Ya Allah, bagi-Mu segala puji-pujian. Kepada Engkaulah aku mengadu, dan hanya Engkau yang bisa memberi pertolongan, serta tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung”.



Kita punya Allah Yang Maha Mendengar dan Maha Menjaga segala rahasia. Maka mulai sekarang, jadikan Allah SWT sebagai satu-satunya Mitra berkeluh kesah dan sekaligus memohon pertolongan-Nya.



Ada Yang Maha Mendengar, yaitu Engkau, tapi kami mencari yang tuli, yaitu manusia.

Ada Yang Maha Melihat, yaitu Engkau, tapi kami mencari yang buta, yaitu manusia.

Ada Yang Maha Membantu, yaitu Engkau, tapi kami mencari yang diam, yaitu manusia,

Ada Yang Maha Berkuasa, yaitu Engkau, tapi kami mencari yang lemah dan tak bisa berbuat apa-apa diam, yaitu manusia.



Bisa apa manusia yang lain? Kebanyakan bisanya hanya berdiri di kepentingan dirinya sendiri.

Bisa apa manusia yang lain? Seing bisanya hanya diam tak bisa membantu.

Bisa apa manusia yang lain? Bisanya hanya balik menghina dan menertawakan.

Maafkan kami yaa Allah, maafkan.. (dari sym.com – Ustad Yusuf Mansyur).

MAKSIMALKAN SISA WAKTU DENGAN PAHALA

“Malam berganti Pagi dan Siang berganti Sore, merupakan tanda bahwa waktu terus berjalan. Tanpa kita sadari, hari demi hari kita lewati dalam kehidupan ini. Semua seolah berlalu begitu cepat”.

Masih teringat dalam bayangan kita saat masih kecil, hingga tanpa terasa kita sudah menjadi dewasa. Dan saat kita mulai merayakan ulang tahun, pernahkah terpikir bahwa umur kita semakin pendek?

Pada hakikatnya, waktu merupakan salah satu karunia Allah SWT bagi manusia, karena waktu merupakan hal yang paling berharga yang dimiliki anak Adam. Allah SWT telah menganugerahi waktu 24 jam sehari bagi setiap orang untuk beraktivitas dan beribadah. Namun, apakah kita sudah memanfaatkan waktu kita dengan baik?

Sesungguhnya waktu yang telah berlalu, meskipun satu detik, tidak akan dapat terulang lagi. Begitu pun dengan berbagai kesempatan yang kita miliki. Jika kesempatan ada di pagi hari sudah lewat, maka hilang sudah momentum yang bisa diambil, karena tidak ada yang tahu apakah kita bisa berjumpa lagi esok pagi.

Alangkah beruntungnya orang-orang yang dapat memanfaatkan waktunya dalam kehidupan ini. Sehingga waktunya bernilai menjadi pahala dan kebaikan. Sedangkan orang-orang yang lalai, maka akan menghabiskan waktunya tanpa arti dan manfaat.

Dengan waktu yang telah dimiliki, manusia dapat menjadi beruntung atau bunting (rugi). Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat (Al-‘Ashr, 103:1-3) : “Demi masa.Sesungguhnya manusia dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, mengerjakan amal kebajikan, dan saling berwasiat pada kebenaran dan pada kesabaran”.

Berdasarkan ayat diatas, maka nilai waktu seseorang tergantung dari setiap individu menggunakannya pada jalan yang diridhai Allah SWT. Selain itu, Allah SWT juga telah bersumpah dengan waktu dalam banyak ayat dalam Al-Qur’an. Hal tersebut menunjukkan bahwa betapa tinggi nilai sebuah waktu.

Abu Barzah al-Aslami meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Pada hari kiamat nanti, dua kaki seorang hamba tidak akan bisa melangkah sebelum ia ditanya tentang empat perkara :
  1. Digunakan untuk apa umurnya?
  2. Dihabiskan untuk apa waktu mudanya?
  3. Darimana ia mendapatkan hartanya?
  4. Digunakan untuk apa hartanya tersebut?
(HR. Tirmidzi dan ad-Darmi).

Hadist diatas telah mengingatkan kita bahwa setiap orang akan diminta pertanggungjawabannya terhadap waktu yang telah digunakan. Bagi seorang muslim, waktu dapat bernilai kebaikan jika digunakan untuk beribadah, sehingga menghasilkan pahala. Begitu juga sebailiknya, satu jam dapat menjadi keburukan jika waktu digunakan untuk berbuat hal yang tidak baik, seperti ghibah, mencuri dan sikap tercela lainnya.

Jangan sampai timbul rasa penyesalan pada kita, karena telah melewatkan waktu dan kesempatan yang berharga, disebabkan lalai dalam memanfaatkan waktu yang ada. Maka, berusahalah dengan sekuat tenaga untuk selalu melakukan hal-hal yang dapat memberikan manfaat, baik didunia maupun diakhirat. Karena jika ada waktu yang telah terlewat, maka waktu itu tidak akan pernah kembali selama-lamanya.

Manfaatkan Waktu Luang

Tak dapat dipungkiri, waktu memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Namun pada kenyataannya, banyak kita temui orang yang begitu santai dan menunda pekerjaannya. Padahal, tanpa disadari waktu tersebut akan pergi dan tak dapat diulang kembali.

Contohlah Rasulullah SAW yang selalu memanfaatkan waktu dalam kehidupannya. Siang hari, Rasulullah SAW bekerja menjadi pedagang, pendakwah sekaligus kepala pemerintahan yang sangat amanah. Saat malam hari, Rasulullah SAW tidak terlalu banyak tidur, karena beliau selalu melaksanakan Qiyamul Lail hingga kakinya bengkak. Sungguh, begitu banyak pekerjaan yang dilakukan Rasulullah SAW selama hidupnya, membangun peradaban Islam, berperang dan menolong orang-orang yang lemah hingga namanya dikenang sepanjang masa.

Dalam sebuah hadist riwayat Bukhari, Rasulullah SAW pernah bersabda, agar kita berhati-hati menghadapi kenikmatan. “Ada dua kenikmatan yang membuat banyak orang terpedaya, yakni NIKMAT SEHAT dan WAKTU SENGGANG.” (HR. Al Bukhori)

Para cendikiawan muslim sangat menyadari makna hadist tersebut dengan memanfaatkan waktu luangnya dengan baik. Sebutlah Imam An-Nawawi yang wafat diusia 45 tahun, namun karyanya sangat banyak dan masih dijadikan sumber rujukan oleh umat muslim saat ini.

Selain itu, Abu Bakar Al-Anbari yang setiap pecan membaca sebanyak 10.000 lembar. Ada pula Ibnu Aqil yang menulis kitab paling spektakuler, yaitu Kitab Al-Funun. Kitab yang memuat beragam ilmu hingga Ibnu Rajab, dan sebagian orang mengatakan  bahwa kitab tersebut mencapai 800 jilid. Dan masih banyak lagi contoh luar biasa lainnya yang dapat memanfaatkan waktu luang.

Terus Berbuat Baik

Jika bercermin pada generasi salafus salih dan cendikiawan muslim yang dapat menghasilkan karya-karya besar, maka mengapa tidak semua orang dapat menghasilkan karya sama seperti mereka? Padahal semua manusia memiliki waktu yang sama, yaitu 24 jam dalam sehari. Namun, hasil tiap individu per hari dapat berbeda. Hal tersebut dikarenakan tergantung dari tiap orang memanfaatkan waktunya.

Nah, diakhir penghujung tahun ini, ada baiknya kita mulai mengatur waktu. Bila pada tahun ini kita sudah merasa mendapatkan hasil yang baik, maka jangan cepat puas. Karena bisa jadi, jika kita memanfaatkan waktu luang dengan baik maka hasilnya akan lebih baik lagi.

Sesungguhnya kehidupan didunia ini sangatlah singkat, hingga sebagai seorang Hamba Allah SWT, kita harus mempersiapkan bekal untuk diakhirat. Maka, sudah sepantasnya seorang muslim memaksimalkan waktu yang mereka miliki dengan terus berbuat kebaikan, agar tak ada penyesalan dalam hidup ini.  Dengban demikian, jika seorang muslim mengisi waktunya dengan ibadah dan perbuatan baik, maka pahala pun akan senantiasa mengalir dalam hidupnya. Wallahu a’lam bisshowab (npd)


“Pada hari kiamat nanti, dua kaki seorang hamba tidak akan bisa melangkah sebelum ia ditanya tentang empat perkara :
Ø  Digunakan untuk apa umurnya?
Ø  Dihabiskan untuk apa waktu mudanya?
Ø  Darimana ia mendapatkan hartanya?
Ø  Digunakan untuk apa hartanya tersebut?
(HR. Tirmidzi dan ad-Darmi).

Kamis, 20 Desember 2012

MASIHKAN ENGKAU MENYAYANGI IBUMU ?

Demi melihat anaknya yang terlahir hidup didunia, selama 9 bulan sudah ibu mengandung dan bersusah payah melahirkan dengan mengorbankan nyawa. Rasa sakit tak tertahankan saat melahirkan, dilawan dengan sekuat tenaga. Hingga bayi mungil itu lahir, sang ibu dengan kasih saying merawat dan membersihkan kotoran yang ada. 

Di kala anaknya merasa sakit, ibu akan merasa sedih dan rela membiayai dokter demi anaknya sembuh kembali. Siang dan malam, sang ibu senantiasa mendoakan anaknya tanpa sepengetahuannya. Bagi ibu, apapun rela dilakukannya demi membuat anaknya bahagia. 

Betapa besar pengorbanan dan kasih saying seorang ibu, hingga kasih sayangnya seolah tak dapat dibeli. Lantas, sebagai seorang anak, MASIHKAH ENGKAU MENYAYANGI IBUMU ? Dan bagaimana sikapmu sebagai seorang anak dalam membalas segala kebaikan dan kasih saying ibumu? 

Dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata, “ Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, “ Wahai Rasulullah, kepada siapakan aku harus berbhakti pertama kali ?” Rasulullah SAW menjawab, “Ibumu!” Dan orang tersebut kembali bertanya, “Kemudian siapa lagi?” Nabi SAW menjawab, “Ibumu!” Lantas orang tersebut bertanya kembali, “Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab, “Ibumu!”, Kemudian siapa lagi? Tanya orang itu kembali. Lalu Rasulullah SAW menjawab, “Kemudian Ayahmu!”. (HR.Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548). 

Berdasarkan hadist tersebut, kata ibu diucapkan oleh Rasulullah SAW sebanyak 3 kali. Sehingga jelas, bahwa seorang anak harus berbhakti terhadap ibunya. Islam juga mengajarkan untuk tidak mengucapkan kata “ah”, dan selalu berkata baik kepada kedua orang tuanya. Bahkan, ada hadist yang menyatakan bahwa SYURGA DIBAWAH KEDUA KAKI IBU, yang menunjukkan bahwa betapa pentingnya peran seorang ibu. 

Dalam sebuah kisah, saat ibunya meninggal Iyas bin Mu’awiyyah menangis. Orang mengetahui hal tersebut bertanya kepada beliau. “Mengapa anda menangis?” Lalu Iyas bin Mu’awiyyah menjawab, “Dahulu aku memiliki dua pintu yang terbuka untuk menuju syurga, namun kini salah satunya telah terkunci”. Lihatlah, betapa sedihnya Iyas bin Mu’awiyyah saat ibu meninggal dunia. 

 Lalu, bagaimana dengan engkau, bila sang ibu meninggal dunia ? Sungguh tak terbayangkan betapa menyesalnya saat itu. Seberapa banyak engkau telah membantah dan mematuhi perintah ibumu? Seberapa banyak engkau telah membuat ibu sedih hingga air matanya berlinang? Jika engkau masih sayang terhadap ibumu, maka segeralah redakan tangisnya. 

Sebagaimana Rasulullah SAW memberi nasihat kepada salah seorang yang dating kepadanya. “ Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, “Aku akan berbai’at kepadamu untuk berhijrah, dan aku tinggalkan kedua orangtuaku dalam keadaan menangis.” Rasulullah SAW bersabda, “Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau telah membuat keduanya menangis..” (HR. Imam Abu Dawud dan An-Nass-i). 

Lantas apa lagi yang ditunggu? Segeralah berbuat baik kepada ibumu. Karena sesungguhnya, meskipun engkau telah mengerahkan seluruh daya upaya untuk berbhakti kepadanya. Niscaya itu belum mampu membayar kasih saying dan kebaikan ibu saat merawat dan mendidikmu. 

 Maka, perlakukanlah dengan kasih sayang dan segeralah meminta maaf jika engkau pernah mengucapkan kata-kata yang kasar dan bersikap buruk terhadap ibumu. Karena bias jadi engkau tak akan lama lagi dapat melihat wajah mereka. Raga ibumu seolah tak sekuat dulu dan tak ada yang mengetahui sampai kapan maut akan menghampirinya. 

Dan bila ibumu telah berada diakhirat, maka berdoalah untuknya dan jadilah anak yang baik. Karena doa anak yang sholeh dan sholehah merupakan salah satu amal baik baginya yang tak pernah terputus .

Semoga Bermanfaat !

Nabi Sulaiman dan Pemuda yang Berbhakti pada Orang Tua

Dikisahkan oleh Al-Yafi’I, bahwa Allah SWT memberikan wahyu kepada Nabi Sulaiman bin Dawud agar pergi menuju ke suatu pantai. Karena dipantai itu dia akan melihat suatu keajaiban. Hingga saat Nabi Sulaiman sampai di suatu pantai, beliau menoleh ke kanan dan ke kiri, tetapi tak mendapatkan suatu apapun.

“Menyelamlah engkau ke dasar lautan itu. Kemudian bawalah apa yang engkau dapatkan dari sana,” kata Sulaiman kepada Ifrit, jin yang mengikuti perjalanan Nabi Sulaiman. 

Ifrit menyelam ke dasar laut. Tak lama kemudian dia muncul dan berkata : “Wahai Nabi Sulaiman, aku telah menyusuri ke lautan. Tetapi aku tak dapat sampai ke dasar lautan. Aku tak mendapatkan sesuatu apapun disana.” 

“ Menyelamlah engkau kedasar lautan yang lebih dalam lagi. Kemudian bawa apa yang engkau dapatkan dari sana, “ kata Nabi Sulaiman kepada Ifrit yang lain. 

Jin itupun menyelam kedasar lautan, lebih lama dari Jin yang pertama. Baru kemudian dia muncul dan katanya : :Wahai Nabi Sulaiman, aku telah menelusuri dalam lautan. Tetapi aku tak dapat sampai di dasar lautan. Aku tak mendapatkan sesuatu di sana.”

Kemudian Nabi Sulaiman berkata kepada Ashif bin Barkhaya, salah seorang menteri dari kerajaan Sulaiman : “Engkau menyelamlah kedasar lautan. Kemudian bawalah kemari apa yang engkau dapatkan dari sana.” 

Ashif menyelam kedasar lautan lebih lama dari kedua Jin tadi. Dan tak lama kemudian, Ashif membawa sebuah kubah terbuat dari kapur putih. Kubah itu mempunyai pintu yang terbuat dari mutiara, yakut, berlian dan mutu manikam yang berwarna hijau. Pintu itu terbuka, tetapi anehnya, tak setetespun air masuk dalam kubah itu, padahal kubah itu terdapat di dasar laut. 

Kubah itu diletakkan tepat didepan Nabi Sulaiman. Ternyata, didalamnya terdapat seorang pemuda tampan. Pakainannya bersih. Pemuda itu sedang sujud, beribadah kepada Allah SWT. Nabi Sulaiman masuk kedalam kubah itu dan mengucapkan salam seraya berkata, “Wahai pemuda, gerangan apakah yang menyebabkan engkau kedalam lautan?” 

Pemuda itu menjawab, “Wahai Nabi, sesungguhnya aku dahulu mempunyai seorang ayah yang lumpuh dan seorang ibu yang buta. Aku senantiasa berbhakti kepada mereka selama tujuh puluh tahun. Ketika ibuku akan meninggal dunia, dia berdoa; “ Wahai Tuhanku, berilah umur panjang kepada anakku ini untuk berbhakti kepada-Mu.” Dan ketika ayahku akan meninggal dunia dia berdoa : “Wahai Tuhanku, berilah tempat anakku ini dalam suatu tempat yang tidak bias dijamah oleh syetan.” Ketika mereka sudah aku kuburkan, aku pergi menuju suatu pantai. Tiba-tiba aku melihat kubah ini jatuh didekatku. Aku mencoba masuk kedalamnya karena tertarik keindahannya. Tiba-tiba kubah ini terlempar sampai kedasar lautan, padahal aku didalamnya.”

“Sejak kapan engkau tinggal di tempat ini,?” Tanya Nabi Sulaiman. 
 “Sejak masa Nabi Ibrahim,” jawab Pemuda itu.

Jarak waktu antara Nabi Sulaiman dan Nabi Ibrahim dalam catatan sejarah adalah 2.400 tahun. Tapi orang itu masih muda dan tidak beruban rambutnya. Nabi Sulaiman pun bertanya, “Bagaimana engkau makan dan minum di dasar laut?” 

 “Wahai Nabi, setiap hari dating kepadaku seekor ikan berwarna kuning dengan membawa makanan yang lezat-lezat sebagaimana makanan dunia pada umumnya. Dan aku tidak merasakan lapar, haus, panas, dingin, lemah, malas, ataupun mengantuk. Aku merasakan kedamaian di sini,” jelas Pemuda tersebut. 

“Apakah engkau ingin hidup bersama kami, atau engkau ingin kembali ke tempat semula?” Tanya Nabi Sulaiman. Lalu ia berkata, “Wahai Nabi, aku kembali ke tempatku semula, di dasar laut.” 

“Kembalikan kubah itu di dasar lautan, hai Ashif,” perintah Nabi Sulaiman kepada Ashif. Lalu Ashif mengembalikan kubah dan pemuda itu di tempat semula di dasar lautan. Mereka menyaksikan peristiwa itu saling berpandangan, berdecak penuh kekaguman. Betapa Allah Maha Kuasa. 

“Renungkanlah bagaimana Allah SWT mengabulkan doa orang tua kepada anaknya yang berbhakti. Oleh karena itu janganlah durhaka kepada kedua orang tua,” kata Nabi Sulaiman menasehati mereka yang hadir (Fr : YM dan dari berbagai sumber)