RASANYA, dalam kehidupan bermasyarakat – tak
seorangpun yang sanggup berkata “aku tidak punya salah. Aku tidak punya dosa”.
Andaikata ada, itu suatu kekhilafan-baru dan masuk kategori merasa bersih
(sendiri). Kemresik, dalam bahasa Jawanya. Artinya, di dalam hatinya
masih ada yang perlu dibersihkan.
Ada hadits Nabi Saw: Al insanu mahalu
al-khatthaa’i wa al-nisyaan. Manusia itu tempat salah dan lupa. Ini tak
pandang bulu. Apakah rakyat atau pejabat. Pimpinan atau staf. Petani atau
pegawai. Pedangang atau tukang. Penjahit atau bengkel. Semuanya – mempunyai
predikat salah atau lupa. Kecuali Rasulullah Saw, karena ma’shum (terjaga dari
dosa).
Apa saja kesalahan atau dosa itu? Ada yang
kaitannya dengan Pencipta Alam. lazimnya disebut hablum minallah. Ada
yang disebut hablun mina al-nas, hubungan sesama manusia.
Insya Allah yang berhubungan dengan Al Khaliq,
dapat diselesaikan melalui media Ramadhan. Rasulullah Saw bersada yang artinya
kurang lebih : “Siapa yang menegakkan ibadah di bulan Ramadhan dengan
iman dan penuh perhitungan, diampuni dosa-dosanya setahun yang telah lalu”
(HR. Bukhari)
Dalam bulan Suci itu, kaum yang beriman – njungkung
– mengoptimalkan segala daya dan upaya untuk meningkatkan ibadah. Haus dan lapar
yang berbalut letih dan lemah – tak menjadi masalah. Tenaga, fikiran, suara,
waktu, harta benda dan keluarga – hanya dijual-belikan kepada Allah Swt. Hamba
Allah ini – ingin membuktikan dirinya mampu mencapai predikat muttaqin.
Pada sepuluh malam terakhir, tak dilewatkan sekejap-pun untuk mengintip Lailatul
Qadr. Malam penentuan, malam penuh mesteri, malam seribu bulan.
Ujung-ujungnya ialah – pengampunan. Begitu Ramadhan usai, urusan dengan Sang
Maha Pencipta diharapkan selesai pula.
Sekarang Haqqul Adami. Berbagai kesalahan dan
khilaf dengan sesama manusia. Mulai dari kedua orang tua, mertua, eyang
kakung-puteri atau kakek-nenek, paman dan bibi, saudara, guru, kerabat,
tetangga, pembantu dan siapa saja yang pernah berhubungan. Tentu, sedikit
banyak pernah ada salah dan khilaf. Ini yang mesti diselesaikan – lebih-lebih
di bulan Syawwal. Bulan peningkatan. Yang biasa disebut Idul Fitri. Kembali
fitrah, bersih, suci (lagi) dari dosa.
Mulai dari mencaci, menuduh, menyindir, menghina,
melecehkan, menghasud, menfitnah, membohongi, mengkhianati, menipu, menyakiti
fisik maupun hati, memakan harta (tidak halal), merampas, memukul, menendang,
menghalang-halangi, menjegal, menjambret – sampai menumpahkan darah. Semua itu
masuk kategori kesalahan, dan harus diselesaiakan. Kalau dosa dengan Allah
sudah diampuni, lalu dengan sesama juga telah saling memaafkan, patut mendapat
predikat Idul Fitri. Kembali menjadi fitrah, suci.
Bagaimana cara menghapus dosa antara sesama?
Berdasarkan ajaran Rasulullah Saw, jika bisa bertemu, cara melakukannya dengan
saling berjabat tangan. Ada pernyataan saling memberi dan minta maaf. Merelakan
hatinya untuk memaafkan semua kesalahan orang lain. Juga meminta maaf atas
kesalahan dirinya terhadap orang lain itu. Insya Allah, dosa-dosanya diampuni
oleh Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda: “Maa min muslimaini yaltaqiyaani,
fayatashaafahaani illaa ghufira laumaa qabla ayyaftariqaa (dalam hadits
lain: ayyatafarraqaa)”. Tidaklah dua orang Islam bertemu, kemudian saling
berjabat tangan, kecuali telah diampuni dosa-dosanya sebelum keduanya
berpisah.(HR. Tirmidzi)
Ini barangkali yang menjadi dasar kaum Muslimin
saling berkunjung – bersengaja bertemu untuk saling berjabat tangan. Lazimnya,
disebut silaturrahim atau silaturrahmi. Artinya, menyambung hubungan kerabat
dan sanak family, agar tidak putus. Sebab, bisa jadi karena sesuatu hal – maka
tali persaudaraan serahim bisa putus dan tak terurus. Satu sama lain
menjadi tidak mengenal. Lebih-lebih sampai anak cucu.
Inilah lalu, amat penting kembali kepada anjuran
Rasulullah Saw untuk menyambung hubungan saudara serahim atau sedarah. Bahkan
Nabi Saw memberi dorongan – melalui haditsnya : “Man araada ayyubsatha lahu
fii rizqihii, wa yunsa-a lahuu fii atsarihi, fal yashil rahimahuu”. Barang
siapa yang kepingin diluaskan rizqinya dan dipanjangkan umurnya, maka
sambunglah shalaturrahim.(HR. Muslim)
Dari hadits ini, dapat ditangkap dua keuntungan
besar yang sekaligus didapat bagi orang yang mau menyambung tali persaudaraan.
Keuntungan itu ialah – murah rizqi dan panjang umur. Di zaman yang serba sulit
– dua masalah ini terasa sangat vital. Pada umumnya, seseorang akan menjadi
tenang dan lapang kalau hartanya banyak. Begitu pula terasa tidak menderita –
kalau badan dalam kondisi sehat dan tidak sakit-sakitan. Sehat dan umur panjang
menjadi cita dan sarana ibadah. Bisa menyaksikan anak ragilnya di-wisuda,
bekerja, menikah dan punya anak. Itu semua berkat dari silaturrahim.
Bagi yang berjauhan tempat tinggalnya, misalnya
di luar kota atau di negeri seberang– bisa menggunakan surat, sms, telephon,
faxemail, e-mail, face books, surat kabar, majalah, radio, TV dan media lain.
Yang penting – ada perasaan saling menghalalkan antara kedua fihak. Tak ada
ganjalan lagi antara keduanya. Kelompok ini bisa juga mendapat predikat Idul
Fitri. Kembali suci, seperti baru dilahirkan sang ibu. Insya Allah berhak
menempati surga.
Di Indonesia ada tradisi Halal bi Halal. Artinya,
saling menghalalkan. Saling memaafkan atas dosa dan khilaf yang telah lalu. Ini
diselenggarakan oleh suatu kelompok, rumpun, marga dls. Misalnya kantor,
perusahaan, fabrik, sekolah, perguruan tinggi, jam’iyyah pengajian, RT, RW,
Kelurahan/Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Propinsi, bahkan Istana Negara. Ini
lebih kental dengan tujuan saling memberi dan minta maaf diantara mereka.
Sehingga hubungankedepan bisa lebih enak, terbuka, nyaman dan indah.
Karena itu kalau bulan Syawwal telah tiba, acara
Halal bi Halal diselenggarakan dimana-mana. Mulai dari Istana Negara sampai ke
RT – bersemangat untuk menyelenggarakan acara itu. Mereka tidak keberatan
mengeluarkan biaya untuk acara setahun sekali itu. Sebab, dirasakan amat banyak
manfaatnya.
Memang perkara dosa itu harus segera diselesaikan
sebelum meninggal. Baik dosa dengan Allah Swt maupun dengan sesama. Jangan ada
yang terbawa ke kubur nanti. Kalau sudah sampai di sana – sudah tidak dapat
diselesaikan – kecuali melalui caranya Allah.
Kalau dosa dengan Allah, diganti dengan adzab –
sampai habis dosanya. Sedang dosa sesama, bisa dengan cara – pahala orang yang
bersalah diambil – diberikan kepada orang yang pernah disalahi. Kalau sudah
habis pahalanya, dengan cara – dosanya orang yang pernah disalahi itu diambil –
dibebankan kepada orang yang pernah berbuat salah. Pelaksana pengambil alihan
pahala dan dosa itu adalah malaikat.
Berapa orang yang pernah disalahi atau dizhalimi,
dosa-dosanya diambil – dipindahkan kepada orang yang bersalah itu. Karena
dosanya semakin menggunung, maka dia dilemparkan ke-neraka. Mengapa
ditunda-tunda ? Segera diselesaikan dosa dan salah dengan sesama sebelum
meninggalkan dunia. Allah Swt berfirman artinya kurang lebih: “Dan
bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”.
(QS. Ali Imran [3]: 133)
Lebih terasa lagi peringatan Allah di dalam Al
Qur’an Surat Ali Imran [3] ayat 112 yang artinya: “Mereka diliputi kehinaan
di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama)
Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia…”
Dari ayat ini terkandung maksud, umat manusia
diperintahkan oleh Allah Swt untuk selalu menjalin hubungan yang baik dengan
Allah dan dengan sesama. Kalau tidak, akan diberi suasana kehidupan yang penuh
kehinaan – dimanapun saja berada. Menjaga agar tidak berbuat salah dan dosa –
baik dengan Allah maupun sesama itu lebih baik daripada memohon maaf karena
menanggung dosa.
Minal aidin wal fa izin tahun ini, mari kita
jadikan titik awwal untuk memperbaiki hubungan dengan Sang Maha Pencipta alam
semesta dan sesama umat manusia, hablum minallah wa hablum minannas. Sehingga
tidak memikul banyak dosa. Hidup menjdi indah, karena hati kita bersih.
Semoga bermanfaat !!