Welcome To My Blog !

Senin, 21 November 2016

Ciri-ciri Anak Dhurhaka kepada kedua Orang Tua



Orang tua harus kita hormati dan kita sayangi seperti ajaran Rasulullah SAW, karena pintu neraka akan selalu terbuka kepada anak durhaka. Apa sajakah ciri anak durhaka kepada orang tuanya dalam Islam?
Seorang anak merupakan titipan Allah SWT kepada setiap orang tua, namun tidak sedikit diantara anak-anak itu yang durhaka kepada orang tua mereka dan dalam Islam ada beberapa ciri anak durhaka. Seorang anak yang durhaka kepada orang tuanya akan mendapat laknat serta kemurkaan dari Allah SWT.
Allah SWT memerintahkan dalam Al-Qur’an untuk berbakti kepada orang tua. Allah berfirman di dalam surat Al-Isra’ ayat 23-24.
 
Artinya : “Dan Rabb-mu telah memerintahkan kepada manusia janganlah ia beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut disisimu maka janganlah katakan kepada keduanya ‘ah/uf’ dan janganlah kamu membentak keduanya” (Q.S. Al-Isra’, 17:23)

 
Artinya :  Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil."  (Q.S. Al-Isra, 17:24)


Islam mengajarkan kepada setiap anak untuk senantiasa menghormati, menyayangi, dan patuh terhadap perintah orang tua selama perintah itu dalam kebaikan. Namun banyak sekali Kisah Anak Durhaka yang banyak diceritakan dalam sebuah legenda seperti cerita malin kundang yang tidak mengakui ibu kandungnya sendiri yang miskin dan lusuh dan saat ini banyak ditemui kasus-kasus seorang anak yang berani melawan kepada orang tua bahkan menelantarkan mereka saat usia telah tua renta. Sungguh menyedihkan bukan?


Sabda Rasulullah SAW seperti yang diriwayatkan oleh Tirmidzi :
   
Artinya : Termasuk Al Kaba`ir (Perbuatan Dosa besar), yakni bila seseorang mencela kedua orang tuanya. Mereka, para sahabat itu bertanya, Wahai Rasulullah SAW, mungkinkah seseorang mencela kedua orang tuanya? Nabi menjawab: Ya, bila dia mencaki bapak seseorang, maka orang itu pun akan mencaci bapaknya. Dan bila ia mencaci ibu seseorang, lalu orang itu pun akan mencaci ibunya. Abu Isa berkata, Ini adalah hadits hasan shahih. (HR. Tirmidzi No.1824)

Dalam Islam telah dijelaskan beberapa Ciri Ciri Anak Durhaka Kepada Orang Tuanya, antara lain sebagai berikut:

    1. Berkata “Ah”
Dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat 23-24 diatas telah dijelaskan bahwa seorang anak yang durhaka kepada orang tuanya merupakan dosa yang sangat besar. Berkata “ah” kepada kedua orang tua dengan suara yang keras di hadapan mereka serta tidak memberikan nafkah kepada mereka jika dalam keadaan sangat membutuhkan maka merupakan suatu perbuatan yang amat dosa dan termasuk golongan anak durhaka terhadap orang tuanya.

    2. Tidak melayani kedua orang tua dengan baik
Salah satu ciri seorang anak yang durhaka adalah tidak melayani dan juga berpaling dari kedua orang tua. Terlebih jika sang anak berani menyuruh kedua orang tuanya untuk melayani dirinya dan membentak atau mengumpatnya di depan banyak orang.

    3. Menajamkan mata
Menajamkan mata ketika merasa kesal dan marah kepada orang tua merupakan salah satu ciri anak yang durhaka yang akan mendapat laknat dari Allah SWT.

    4. Membuat orang tua merasa sedih
Seorang anak yang melakukan suatu hal yang dapat membuat hati orang tua sedih merupakan suatu dosa yang amat besar dan merupakan ciri-ciri seorang yang durhaka.

    5. Tidak mengakui kedua orang tua
Malu mengakui orang tua dihadapan orang lain karena kondisi orang tua yang kampungan, miskin, tidak memiliki pangkat, memiliki pendidikan rendah, cacat, atau dengan alasan lainnya merupakan ciri-ciri anak durhaka dalam Islam dan akan mendapat dosa yang sangat besar. Apapun kondisi orang tua kita sudah seharusnya kita bangga karena mereka telah merawat dan membesarkan kita dengan ikhlas tanpa pamrih.

    6. Tidak menghormati orang tua
Seorang anak yang tidak mau menghormati orang tuanya atau tidak mau mencium tangannya maka merupakan dosa yang sangat besar dan termasuk dalam golongan anak yang durhaka.

    7. Mendahului orang tua
Mendahului orang tua dalam duduk dan juga berbicara tanpa seizin orang tuanya dalam suatu majelis yang juga dihadiri oleh orang tuanya merupakan suatu perbuatan yang sombong dan juga takabur. Seorang anak yang melakukan hal ini termasuk dalam golongan anak yang durhaka karena membuat orang tua merasa dilecehkan dan membuat mereka marah.

Dalam hadits Nabi telah banyak dijelaskan bagaimana hukuman bagi orang-orang yang durhaka kepada orang tua mereka dan Rasulullah SAW banyak menghimbau kepada seluruh umatnya agar tidak menjadi orang yang durhaka kepada orang tua karena pintu mereka akan terbuka bagi mereka.

Semoga Bermanfaat !!

Senin, 25 Juli 2016

INDAHNYA HATI YANG BERSIH



RASANYA, dalam kehidupan bermasyarakat – tak seorangpun yang sanggup berkata “aku tidak punya salah. Aku tidak punya dosa”. Andaikata ada, itu suatu kekhilafan-baru dan masuk kategori merasa bersih (sendiri). Kemresik, dalam bahasa Jawanya. Artinya, di dalam hatinya masih ada yang perlu dibersihkan.
Ada hadits Nabi Saw: Al insanu mahalu al-khatthaa’i wa al-nisyaan. Manusia itu tempat salah dan lupa. Ini tak pandang bulu. Apakah rakyat atau pejabat. Pimpinan atau staf. Petani atau pegawai. Pedangang atau tukang. Penjahit atau bengkel. Semuanya – mempunyai predikat salah atau lupa. Kecuali Rasulullah Saw, karena ma’shum (terjaga dari dosa).

Apa saja kesalahan atau dosa itu? Ada yang kaitannya dengan Pencipta Alam. lazimnya disebut hablum minallah. Ada yang disebut hablun mina al-nas, hubungan sesama manusia.

Insya Allah yang berhubungan dengan Al Khaliq, dapat diselesaikan melalui media Ramadhan. Rasulullah Saw bersada yang artinya kurang lebih : “Siapa yang  menegakkan ibadah di bulan Ramadhan dengan iman dan penuh perhitungan, diampuni dosa-dosanya setahun yang telah lalu” (HR. Bukhari)

Dalam bulan Suci itu, kaum yang beriman – njungkung – mengoptimalkan segala daya dan upaya untuk meningkatkan ibadah. Haus dan lapar yang berbalut letih dan lemah – tak menjadi masalah. Tenaga, fikiran, suara, waktu, harta benda dan keluarga – hanya dijual-belikan kepada Allah Swt. Hamba Allah ini – ingin membuktikan dirinya mampu mencapai predikat muttaqin. Pada sepuluh malam terakhir, tak dilewatkan sekejap-pun untuk mengintip Lailatul Qadr. Malam penentuan, malam penuh mesteri, malam seribu bulan. Ujung-ujungnya ialah – pengampunan. Begitu Ramadhan usai, urusan dengan Sang Maha Pencipta diharapkan selesai pula.

Sekarang Haqqul Adami. Berbagai kesalahan dan khilaf dengan sesama manusia. Mulai dari kedua orang tua, mertua, eyang kakung-puteri atau kakek-nenek, paman dan bibi, saudara, guru, kerabat, tetangga, pembantu dan siapa saja yang pernah berhubungan. Tentu, sedikit banyak pernah ada salah dan khilaf. Ini yang mesti diselesaikan – lebih-lebih di bulan Syawwal. Bulan peningkatan. Yang biasa disebut Idul Fitri. Kembali fitrah, bersih, suci (lagi) dari dosa.

Mulai dari mencaci, menuduh, menyindir, menghina, melecehkan, menghasud, menfitnah, membohongi, mengkhianati, menipu, menyakiti fisik maupun hati, memakan harta (tidak halal), merampas, memukul, menendang, menghalang-halangi, menjegal, menjambret – sampai menumpahkan darah. Semua itu masuk kategori kesalahan, dan harus diselesaiakan. Kalau dosa dengan Allah sudah diampuni, lalu dengan sesama juga telah saling memaafkan, patut mendapat predikat Idul Fitri. Kembali menjadi fitrah, suci.

Bagaimana cara menghapus dosa antara sesama? Berdasarkan ajaran Rasulullah Saw, jika bisa bertemu, cara melakukannya dengan saling berjabat tangan. Ada pernyataan saling memberi dan minta maaf. Merelakan hatinya untuk memaafkan semua kesalahan orang lain. Juga meminta maaf atas kesalahan dirinya terhadap orang lain itu. Insya Allah, dosa-dosanya diampuni oleh Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda: “Maa min muslimaini yaltaqiyaani, fayatashaafahaani illaa ghufira laumaa qabla ayyaftariqaa (dalam hadits lain: ayyatafarraqaa)”. Tidaklah dua orang Islam bertemu, kemudian saling berjabat tangan, kecuali telah diampuni dosa-dosanya sebelum keduanya berpisah.(HR. Tirmidzi)

Ini barangkali yang menjadi dasar kaum Muslimin saling berkunjung – bersengaja bertemu untuk saling berjabat tangan. Lazimnya, disebut silaturrahim atau silaturrahmi. Artinya, menyambung hubungan kerabat dan sanak family, agar tidak putus. Sebab, bisa jadi karena sesuatu hal – maka tali persaudaraan serahim bisa putus dan tak terurus. Satu sama lain menjadi tidak mengenal. Lebih-lebih sampai anak cucu.

Inilah lalu, amat penting kembali kepada anjuran Rasulullah Saw untuk menyambung hubungan saudara serahim atau sedarah. Bahkan Nabi Saw memberi dorongan – melalui haditsnya : “Man araada ayyubsatha lahu fii rizqihii, wa yunsa-a lahuu fii atsarihi, fal yashil rahimahuu”. Barang siapa yang kepingin diluaskan rizqinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah shalaturrahim.(HR. Muslim)

Dari hadits ini, dapat ditangkap dua keuntungan besar yang sekaligus didapat bagi orang yang mau menyambung tali persaudaraan. Keuntungan itu ialah – murah rizqi dan panjang umur. Di zaman yang serba sulit – dua masalah ini terasa sangat vital. Pada umumnya, seseorang akan menjadi tenang dan lapang kalau hartanya banyak. Begitu pula terasa tidak menderita – kalau badan dalam kondisi sehat dan tidak sakit-sakitan. Sehat dan umur panjang menjadi cita dan sarana ibadah.  Bisa menyaksikan anak ragilnya di-wisuda, bekerja, menikah dan punya anak. Itu semua berkat dari silaturrahim.

Bagi yang berjauhan tempat tinggalnya, misalnya di luar kota atau di negeri seberang– bisa menggunakan surat, sms, telephon, faxemail, e-mail, face books, surat kabar, majalah, radio, TV dan media lain. Yang penting – ada perasaan saling menghalalkan antara kedua fihak. Tak ada ganjalan lagi antara keduanya. Kelompok ini bisa juga mendapat predikat Idul Fitri. Kembali suci, seperti baru dilahirkan sang ibu. Insya Allah berhak menempati surga.

Di Indonesia ada tradisi Halal bi Halal. Artinya, saling menghalalkan. Saling memaafkan atas dosa dan khilaf yang telah lalu. Ini diselenggarakan oleh suatu kelompok, rumpun, marga dls. Misalnya kantor, perusahaan, fabrik, sekolah, perguruan tinggi, jam’iyyah pengajian, RT, RW, Kelurahan/Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Propinsi, bahkan Istana Negara. Ini lebih kental dengan tujuan saling memberi dan minta maaf diantara mereka. Sehingga hubungankedepan bisa lebih enak, terbuka, nyaman dan indah.

Karena itu kalau bulan Syawwal telah tiba, acara Halal bi Halal diselenggarakan dimana-mana. Mulai dari Istana Negara sampai ke RT – bersemangat untuk menyelenggarakan acara itu. Mereka tidak keberatan mengeluarkan biaya untuk acara setahun sekali itu. Sebab, dirasakan amat banyak manfaatnya.
Memang perkara dosa itu harus segera diselesaikan sebelum meninggal. Baik dosa dengan Allah Swt maupun dengan sesama. Jangan ada yang terbawa ke kubur nanti. Kalau sudah sampai di sana – sudah tidak dapat diselesaikan – kecuali melalui caranya Allah.

Kalau dosa dengan Allah, diganti dengan adzab – sampai habis dosanya. Sedang dosa sesama, bisa dengan cara – pahala orang yang bersalah diambil – diberikan kepada orang yang pernah disalahi. Kalau sudah habis pahalanya, dengan cara – dosanya orang yang pernah disalahi itu diambil – dibebankan kepada orang yang pernah berbuat salah. Pelaksana pengambil alihan pahala dan dosa itu adalah malaikat.

Berapa orang yang pernah disalahi atau dizhalimi, dosa-dosanya diambil – dipindahkan kepada orang yang bersalah itu. Karena dosanya semakin menggunung, maka dia dilemparkan ke-neraka. Mengapa ditunda-tunda ? Segera diselesaikan dosa dan salah dengan sesama sebelum meninggalkan dunia. Allah Swt berfirman artinya kurang lebih: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”. (QS. Ali Imran [3]: 133)

Lebih terasa lagi peringatan Allah di dalam Al Qur’an Surat Ali Imran [3] ayat 112 yang artinya: “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia…”

Dari ayat ini terkandung maksud, umat manusia diperintahkan oleh Allah Swt untuk selalu menjalin hubungan yang baik dengan Allah dan dengan sesama. Kalau tidak, akan diberi suasana kehidupan yang penuh kehinaan – dimanapun saja berada. Menjaga agar tidak berbuat salah dan dosa – baik dengan Allah maupun sesama itu lebih baik daripada memohon maaf karena menanggung dosa.

Minal aidin wal fa izin tahun ini, mari kita jadikan titik awwal untuk memperbaiki hubungan dengan Sang Maha Pencipta alam semesta dan sesama umat manusia, hablum minallah wa hablum minannas. Sehingga tidak memikul banyak dosa. Hidup menjdi indah, karena hati kita bersih. 

Semoga bermanfaat !!