Kewajiban puasa Ramadhan sebagaimana dinyatakan dalam Alqur’an surat Al-Baqarah (2:183) bertujuan membentuk pribadi yang bertaqwa. Perngertiannya, memang telah banyak manusia beriman, tetapi tidak cukup bertaqwa, sehingga walau sudah beribadah, intelektual pula namun tetap pula melakukan kemaksiatan,
Maka, dengan puasa secara benar, diharapkan akan terbangun pribadi yang bertakwa. Untuk membangunnya Allah SWT berjanji (dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW), melipatgandakan pahala kemuliaan berpuasa Ramadhan. Tidak berbuat kejelekan, bermental positif saja, dinilai setara ibadah sunah. Tidurpun dianggap ibadah. Sedang ibadah yang wajib (sholat fardlu dan puasa) tertulis bagai “ utang “ Allah kepada hamba-Nya.
Meraih predikat bertakwa melalui berpuasa, memang tidak mudah. Dalam sebuah hadist Nabi Muhammad SAW menyatakan, “ Umatku yang berpuasa Ramadhan secara baik-baik, akan memasuki kemuliaan surga melalui pintu Roiyan.”
Jalan ke surga yang disebut dengan jalur Roiyan memang khusus untuk manusia yang berpuasa dengan bersabar (bersuka cita menyambut bulan Ramadhan). Namun tentu, diperlukan persiapan untuk bersabar dalam berpuasa. Bukan sekedar tidak makan dan tidak minum. Nabi Muhammad SAW juga mengingatkan : ( kammin shaaimin laisa lahu fii shiyaamihi illal juui wal atthasa ) Artinya : “ Banyak umatku yang berpuasa tetapi hanya memperolah rasa lapar dan dahaga.” Artinya , berpuasa tetapi tidak disertai perubahan mentalitas (akhlak) yang lebih baik. Misalnya, perpuasa tetapi tetap korupsi.
Karena itu pada ulama selalu mempersiapkan diri menyambut puasa Ramadhan sejak bulan Rajab (2 bulan sebelumnya). Begitu tiba bulan Ramadhan, para Ulama memilih kehidupan lebih privacy. Bahkan meniru Kanjeng Nabi Muhammad SAW, pada 10 hari terakhir pada ulama benar-benar mengunci diri dalam kamar (keluar hanya untuk shalat fardlu berjamaah). Beri’tikaf. Ini dimaksudkan, agar rentang waktu Ramadhan terasa lebih lama. Diujung bulan, mereka menangis sesenggukan karena akan berpisah dengan Ramadhan.
SABAR SEBAGAI MODAL.
Apakah kalangan umara’ (pejabat) dan zuama’ (profesional) kehilangan kemuliaan Ramadhan? Tentu tidak. Karena sektor-sektor layanan publik, simpul-simpul kesehatan, keamanan serta perdagangan harus tetap berjalan. Dengan tetap menjalankan ibadah puasa, sekaligus tetap bekerja, sama saja nilainya dengan bersabar. Sepanjang mentalitasnya seperti Nabi dan para Ulama.
Firman Allah dalam Alqur’an surah Al-Baharah (2:53) :
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.”
Juga janji Allah untuk orang yang sabar ( dalam 2:157) :
Artinya : “Mereka itulah yang mendapat beberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Andai seluruh rakyat Indonesia memanfaatkan momentum Ramadhan sebagaimna membangun kesabaran, tentu akan diperoleh mentalitas sosial yang mutakin. Jika itu terjadi, bangsa Indonisia tidak perlu susah lagi karena Janji Allah SWT dalam surat Al-’Araf (7:96) :
Artinya : “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” Indonesia akan makmur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar